Pernyataan Sikap GMKI Waingapu Terhadap Praktek Kawin Tangkap Di Sumba
Sekretaris Fungsi Penguatan Kapasitas Perempuan (Sekfung PKP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Waingapu, Rambu Babang Ana Kopi mengungkapkan bahwa dirinya selaku perempuan melihat bahwa kasus kawin tangkap ini sangat meresahkan rakyat Indonesia bahkan dunia.
Kejadian ini merupakan kasus kekerasan terhadap perempaun, kekerasan fisik, kekerasan mental terhadap perempuan. Perempaun yang seharusnya merupakan ibu atau mama yang seharusnya dihormati karena lewat perempuanlah akhirnya dunia memiliki generasi penerus, tetapi sekarang dunia sementara di guncang dengan adanya sikap-sikap tidak bermoral, sikap tidak tahu diri dan sikap mementingkan napsu pribadi, dimana adanya tindakan kekerasan terhadap perempuan yakni kawin tangkap.
Dari dulu perempuan memang di anggap lemah, dianggap tidak berharga, dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri, tapi pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya perempuanlah yang memiliki andil dan peranan yang besar dimana perempuan mengesampingkan rasa sakit hanya untuk melahirkan seorng penerus.
Tuhan menciptakan kita manusia serupa dengn gambar Allah, dari pernyataan ini dapat kita lihat bahwa antara kita manusia (laki-laki dan perempuan) kita sama dihadapan Tuhan.
Kawin tangkap ini merupakan tindakan yang tidak bermoral, tindakan yang dapat merugikan orang lain, tindakan ini akan menyebabkan trauma yang mendalam bagi korban bahkan kaum perempuan Sumba pada umumnya.
Perempuan yang seharusnya di pandang sebagai mama, di pandang sebagai seorang yang dihormati malah dijadikan bahan kekerasaan berupa kawin tangkap.
Harapannya kejadian ini dihentikan sehingga kedepannya tidak ada lagi tindakan yang serupa ataupun tindakan yang lebih merugikan lagi dari pada saat ini.
Sebagai perempuan Sumba, sangat mengharapkan agar tradisi yang merugikan dapat dihapuskan atau ditiadakan, sehingga harga diri perempuan tidak lagi di injak-injak. Biarkan perempuan memiliki nilai atau hak untuk dirinya sendiri. Biarkan perempuan dapat menyuarakan haknya, bebas berpendapat, bersekolah, bahkan hak dalam menentukan pilihan untuk pasangan hidupnya.
Stop kekerasan terhadap perempuan
Stop melakukan pelecehan kepada perempuan
Stop memikirkan diri sendiri, dan jangan tutup mata, telinga, dan tutup mulut.
Ketua Cabang GMKI Waingapu, Diki Warandoi, SE menegaskan bahwa kawin tangkap adalah perlakuan yang mencederai budaya Sumba, kawin tangkap adalah tindakan yang melanggar undang-undang hak asasi manusia (HAM) dan undang-undang perlindungan perempuan.
Melihat situasi saat ini yang cukup menghebohkan publik melalui media sosial dengan beredarnya video kawin tangkap yang terjadi di pulau Sumba. Berdasarkan Data yang dihimpun oleh GMKI Cabang Waingapu tentang kasus kawin tangkap, per 11 Desember 2009 terdapat 20 kasus, tahun 2013 terdapat 1 kasus, tahun 2016 terdapat 1 kasus dan tahun 2019 terdapat 2 kasus. Kemudian di tahun 2020 kembali dihebohkan dengan 2 kasus yakni pada 16 Juni 2020 dan 23 Juni 2020 di Desa Dameka, Kecamatan Katiku Tana selatan, Kabupaten Sumba Tengah,
Nusa Tenggara Timur.
Kawin tangkap merupakan tindakan kekerasan atau pemaksaan terhadap perempuan yang tidak manusiawi. Kawin Tangkap juga menyebabkan ketakutan, gangguan psikologis pada Perempuan karena bersifat memaksa dan membatasi kebebasan perempuan.
Banyak pihak yang mengatakan bahwa kawin tangkap seolah-olah merupakan budaya Sumba, namun sebenarnya ini adalah kebiasaan buruk yang berulang-ulang terjadi sehingga seolah-olah ini adalah budaya.
Pada Prinsipnya budaya adalah muatan nilai-nilai, moral, etika dan norma-norma sosial yang dapat melahirkan bentuk-bentuk penghargaan akan harkat dan martabat sesama manusia tanpa memandang gender (jenis kelamin), suku, agama, ras dan lain-lain.
Oleh karena itu, sebagai warga Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sudah seharusnya kita mengimplementasikan nilai-nilai budaya yang memperhatikan kesetaraan, keadilan dan keutuhan antara sesama ciptaan. Sejatinya Perkawinan Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pada pasal 2 ayat (1), menerangkan bahwa Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Berdasarkan keyakinan Kristiani bahwa peristiwa kawin tangkap atau kawin paksa tidak dapat dibenarkan karena merusak Citra Allah seperti tertuang dalam dua nats yakni Kejadian 1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, Menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Dan Kejadian 2: 23 lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tuluangku dan daging dari dagingku. Ia akan
dinamai perempuan, sebab ia di ambil dari laki-laki.”
Berbicara mengenai kesetaraan, imana ada dua insan yang saling melengkapi. Jika diibaratkan laki-laki menjadi kepala dan perempuan menjadi mahkotanya. Kedua ini berarti dengan hadirnya perempuan yaitu untuk laki-laki dalam hal ini laki-laki terpancar kehormatannya ketika ia mengunakan mahkota itu. Begitupun dengan perempuan sebagai mahkota dia tidak berguna apabila mahkota itu hanya disimpan dan tidak dikenakan pada kepala. Dalam hal ini, identitas perempuan akan tampak ketika berkolaborasi dengan laki-laki sehingga keduanya memiliki kehormatan yang tinggi. Pada kejadian 1 : 27 ditekankan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan di mata Allah sama. kemudian pada kejadian 2: 23 dijelaskan bahwa perempuan itu dari laki-laki perempuan ada untuk laki-laki, sehingga laki-laki harus menghormati perempuan dan begitu pun sebaliknya. Jadi dikaitkan dengan kejadian kawin tangkap ini bukti tindakan ketidakadilan dan tidak saling menghormati, keadaan terjadi pergeseran maksud Allah. Allah mau sebenarnya kesetaraan, tapi malah laki-laki tidak menghormati perempuan, kondisi ini sebenarnya curang karena hanya ingin memuaskan hasrat laki-laki dengan memperdaya perempuan.
PERNYATAAN SIKAP GMKI WAINGAPU TERHADAP KAWIN TANGKAP DI SUMBA :
1. Menolak dan mengutuk keras Aksi Kawin Tangkap karena merupakan bentuk kejahatan seksual terhadap Perempuan yang bersifat memaksa dan merampas Hak Asasi Manusia.
2. Mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD untuk secepatnya membuat PERDA tentang Penghapusan Kebiasaan Kawin Tangkap di Sumba sebagai bentuk Keberpihakan Negara dalam melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia
yakni Menghormati harkat dan martabat Perempuan.
3. Mendorong Gereja untuk terus mengedukasi warga jemaat dalam melaksanakan kegiatan adat atau kebudayaan untuk menyesuaikan dengan Tata Gereja dalam bentuk Pemberantasan kejahatan kebudayaan seperti Kasus Kawin Tangkap tersebut.
4. Mendorong seluruh tokoh-tokoh adat se-Sumba untuk menolak beberapa tata cara perkawinan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia serta ajaran-ajaran Agama.
5. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama memutus perilaku Kawin Tangkap yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban.
6. GMKI Cabang Waingapu akan mengawal secara serius kasus ini hingga mendapatkan titik terang terhadap penyelesaiannya.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk Perlawanan dan GMKI Cabang Waingapu juga mengingatkan bahwa tindakan Kawin Tangkap adalah tindakan tidak manusiawi yang harus kita tuntaskan bersama. Diperlukan kerja sama antar semua Lembaga Negara, Lembaga Pemerintahan, Lembaga Agama.
Waingapu, (25/06/2020)
Rambu Babang Anakopi
Sekretaris Fungsional Penguatan Kapasitas Perempuan
Marthinus Luta Lapu
Sekretaris Cabang
Diki Warandoi
Ketua Cabang