Terkait Kasus MTN, Ini Penjelasan Kuasa Hukum Bank NTT

Kupang, MITC – Terkait Kasus Medium Terms Notes (MTN) Bank NTT  melalui Kuasa Hukumnya, Apolos Djara Bonga, SH didampingi Kepala Devisi Rencorsec dan Legal Bank NTT, Endri Wardono  dan Konsultan Media Bank NTT Stenly Boimau menggelar jumpa pers di Kedai Kopi Petir, Kota Kupang, Selasa (14/6/2022)

Dalam kesempatan ini, Apolos yang juga adalah Sekjen Kongres Advokad Indonesia ini menyampaika n beberapa poin terkait kasus ini dalam pers rilis, yaitu;

“Bahwa untuk mengoptimalkan pendapatan Perbankan maka dipandang perlu untuk dilakukan berbagai jenis transaksi, yang salah satunya adalah Transaksi Surat Berharga, namun tidak bisa dipungkiri bahwa transaksi Surat Berharga dimaksud memiliki berbagai resiko,”

“Bahwa Medium Terms Notes (MTN) adalah Surat Hutang Jangka Menengah yang dapat diperdagangkan dan perhitungannya dapat dilakukan dengan perhitungan Diskonto atau dengan Kupon Bunga secara periodik,”

“Bahwa Pasar Modal adalah kegiatan yang terkait dengan penawaran umum dan perdagangan efek (bursa efek) perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya (issuer/emiten), serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (lembaga penunjang pasar modal) sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal yang berlaku,”

Adapun landasan hukum bagi Bidang Treasury PT. Bank Pembangunan Daerah NTT sejak tahun 2011, yaitu adanya  Keputusan Direksi PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH NTT Nomor : 43 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bidang Treasury :

  1. Surat Keputusan Direksi PT. Bank Pembangunan Daerah NTT Nomor 55 Tahun 2013, Tentang Perubahan Lampiran (Bab II Huruf B, C, D, E dan lampiran huruf B Nomor 1 dan 2 pada Keputusan Direksi Nomor 43 Tahun 2011
  2. Surat Keputusan Direksi PT. Bank Pembangunan Daerah NTT Nomor 136 Tahun 2018 Tentang Perubahan Keputusan Direksi Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keputusan Direksi Nomor 55 Tahun 2013
  3. Landasan Hukumnya :
  • Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;
  • Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia;
  • Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK);
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 Tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP, 27 Januari Tahun 2009 Perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI);
  • Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) Tahun 2008 beserta Ketentuan pendukung lainnya yang berlaku;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/36/DPNP Tahun 2009 Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/19/DPNP Tanggal 9 Juni 2005;
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005, Tanggal 20 Januari 2005, Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/31/DPNP Tahun 2001, Perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/21/DPNP Tahun2012, Perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP Tanggal 18 Desember 2007, Perihal Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan memperhitungkan resiko pasar;
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Aset Bank Umum;
  • Peraturan OJK Nomor 9/POJK.04/2015 Tanggal 25 Juni 2015 dan Surat Edaran OJK Nomor 33/SEOJK.04/2015 Tanggal 23 November 2015 mengenai Transaksi Repo;
  • Peraturan OJK Nomor 42/POJK.03/2015 Tanggal 1 Januari 2016 Tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Bagi Bank Umum;
  • Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2016 Tanggal 16 Pebruari 2016 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum;
  • Peraturan OJK Nomor 4/POJK.03/2016 Tanggal 3 Pebruari 2016 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum;
  • Peraturan OJK Nomor 5/POJK.03/2016 Tanggal 3 Pebruari 2016 Tentang Rencana Bisnis Bank;
  • Surat Keputusan Direksi Bank NTT Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur;
  • Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/4/DPNP Tanggal 16 Maret 2007 Perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara;
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 Tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/19/DPNP Tanggal 30 April 2008 Tentang Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui Bank Indonesia;

4. Bahwa transaksi pembelian Medium Term Notes (MTN) pada Tanggal 22 Maret 2018 sebesar Rp 50.000.000.000,- (Lima Puluh Miliar) atas MTN VI Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance Tahap I dengan Pengikatan Fiducia dengan Bank BNI sebagai Wali Amanat, dengan Akta Pemberian Jaminan secara Fiducia MTN VI SNP Tahap I dengan Sertifikat Fiducia Nomor W.10.00239768 AH05.01 Tahun 2018 Tanggal 20 April 2018 di Kantor Wilayah DKI Jakarta;

5. Bahwa transksi pembelian MTN tersebut diatas dilakukan dengan mengirim dana via RTGS Tanggal 22 Maret 2018 (sudah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang diatur/berlaku pada PT. BPD NTT);

6. Bahwa pada awal Mei 2018 Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance mengajukan Permohonan Pengajuan Penundaan Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor 52/Pdt.Sus.PKPU/2018, selama 36 (Tiga Puluh Enam) Hari, dilanjutkan dengan Permohonan PKPU 90 (Sembilan Puluh) Hari, maka pada tanggal 27 Oktober 2018 PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga;

7. Bahwa selain Keputusan Pengadilan Niaga tersebut OJK telah membekukan kegiatan Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance, Surat tersebut dikeluarkan OJK pada Tanggal 14 Mei 2018, 21 Juni 2018 dan 9 Juli 2018;

8. Bahwa pada tanggal 25 November 2019, Tim Kurator yang menangani PKPU Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance, mengundang Kreditur termasuk Kuasa Hukum PT. Bank Pembangunan Daerah NTT untuk mengajukan Tagihan pada tanggal 13 November s.d. 23 November 2019;

9. Bahwa pada tanggal 9 November 2018 PT. Bank Pembangunan Daerah NTT mengajukan Surat Perihal Tagihan Piutang terhadap Sunprima Nusantara Pembiayaan Finance dengan Total Rp 53.120.833.333,- (lima puluh tiga miliar seratus dua puluh juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah), dengan rincian tagihan pokok senilai Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah) dan bunga senilai Rp 3.120.833.333,- (tiga miliar seratus dua puluh juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah);

10. Bahwa tagihan yang diajukan oleh BPD NTT tersebut telah diterima dan dicatat oleh Tim Kurator, selanjutnya Tim Kurator memberikan daftar list dokumen yang berfungsi sebagai Tanda Terima;

11. Bahwa proses penyelesaian oleh Tim Kurator masih terkendala oleh karena proses penyidikan oleh Bareskrim Mabes Polri dimana atas harta SNP Finance dalam sitaan berupa uang senilai Rp 52.000.000.000,- (lima puluh dua miliar) pada rekening Bank Mandiri;

KESIMPULAN :

  1. Bahwa PT. BPD NTT sejak Tahun 2011 telah melakukan transaksi Surat Berharga sesuai dengan ketentuan yang ada pada PT. BPD NTT, sama halnya transaksi dengan SNP Finance sesuai prosedur, metode dan cara yang sama PT. BPD NTT telah mendapatkan keuntungan  kurang lebih Rp 1.000.000.000.000,- (satu Triliun rupiah), dan pada tahun 2018 baru terjadi resiko bisnis dengan PT. SNP Finance senilai Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah);
  2. Bahwa sebelum melakukan transaksi MTN, PT. BPD NTT sudah melakukan uji tuntas (Due Diligence) terhadap SNP Finance sesuai Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-412/BL/2010 Tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang;
  3. Bahwa kedudukan hukum SNP Finance adalah Legal, maka dalam proses pengembalian uang Rp 53.120.833.333,- ((lima puluh tiga miliar seratus dua puluh juta delapan ratus tiga puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah) tercatat di Bundel Pailit yang ada pada Tim Kurator;
  4. Bahwa Transaksi MTN senilai Rp 50.000.000.000,- (Lima Puluh Miliar) tidak saja terjadi pada PT. BPD NTT tetapi terjadi juga pada Bank umum lainnya dalam jumlah yang cukup besar, hal ini dianggap sebagai resiko bisnis;
  5. Bahwa dari Rapat umum pemegang saham PT. BPD NTT menyatakan bahwa transaksi MTN senilai Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar) dianggap resiko bisnis;
  6. Bahwa ada interpretasi, anggapan atau asumsi subyektif yang berlebihan dari oknum atau kelompok tertentu dalam menanggapi persoalan MTN tersebut dengan tujuan mendiskreditkan kredibilitas PT. BPD NTT, serta cenderung menyerang kehormatan  Dirut PT. BPD NTT, hal ini dapat berimplikasi hukum terhadap oknum atau kelompok yang memberikan pendapat dan atau pernyataan yang tidak berdasarkan hukum. (*aat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.