Di Noebaun TTU Anda Bisa Membeli Sayuran Organik dan Membayar Melalui Qris Bank NTT
Kefamenanu, MITC – Desa Noebaun, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), adalah salah satu dari lima desa pilihan yang direkomendasikan oleh Bank NTT Cabang Kefamenanu, untuk mengikuti kompetisi antar desa dalam Festival Desa Binaan Bank NTT dan Festival PAD Tahun 2022.
Pada Sabtu (19/11) kemarin, juri festival, Stenly Boymau, berkunjung ke desa itu. Disana, juri hendak mengkonformasi kembali kesiapan mereka dalam mengikuti kompetisi paling spektakuler yang dihadirkan oleh Bank NTT. Didampingi dua pendamping dari Direktorat Kredit kantor pusat, yakni Echni Marisa Killa dan Ronald Lede, serta Berty Nope dan tim dari Cabang Kefamenanu, mereka diterima secara adat oleh tokoh masyarakat setempat. Disana sudah hadir Penjabat Kepala Desa Noebaun, Apriana M Ninu, Ketua Kelompok Pelita Hati Oeluan, Yosef Juan Heli, Charles selaku staf pada Dinas Pertanian TTU, para tokoh adat, tokoh masyarakat dan anggota kelompok.
Ada yang menarik dari penyambutan juri kali ini, yakni Stenly dan rombongan diterima secara adat, melalui tutur adat Natoni, serta pengalungan selendang. Usai prosesi, dilanjutkan dengan pertemuan yang berlangsung di Lopo Dia@ BISA yang difasilitasi oleh Bank NTT, terletak di dekat tempat wisata Oeluan, TTU.
Saat itu Pj Kades Nebaun, Apriana Ninu menjelaskan sedikit mengenai profil desa dan geliat masyarakat yang terus bersinergi dengan aparat pemerintah desa, untuk membangun daerah mereka.
“Kelompok ini adalah kelompok yang selalu kami jadikan sebagai teladan bagi masyarakat lain. Kami memotivasi mereka bahwa, hanya dengan kerja keras, serta kerja cerdaslah kita akan berhasil,”tegasnya menambahkan, Noebaun juga memiliki tanah yang subur sehingga dia menyarankan warganya yang hendak menjadi tenaga kerja ke luar daerah untuk datang dan belajar dari usaha yang dibangun oleh Yosef Juan Heli. Ada 401 KK di desanya, dan hampir semuanya adalah petani.
“Saya motivasi warga untuk jangan lagi kerja jadi buruh di luar, kan disini ada Bank NTT yang siap membiayai kita. Nah Bank NTT ini tidak sama dengan bank lain, dan ini yang kami rasakan. Petugasnya ramah dan mereka memberi solusi, seperti pendampingan waktu tanam, membantu dalam kemasan hingga penjualan. Mereka datangkan pembeli,”ujarnya serius.
Dia merasa senang, karena ibu-ibu sudah terlibat dengan beraneka kerajinan baik tenunan, gerabah, maupun tanaman holtikultura. Diakui, masyarakat butuh panutan dan mereka sudah melihat keberhasilan warga, dan inilah motivasi terbaik bagi mereka untuk memulai.
Sementara ketua kelompok Pelita Hati, Josef Juan Heli kepada juri mengisahkan bahwa dia memulainya ketika sedag berada di SoE. Saat itu dia direkrut sebuah LSM internasional yang punya program pendampingan terhadap generasi muda. Setelah dikaji, maka program pertanian holtikultura sangat tepat sehingga Yosef menjadi salah satu anggota. Lalu dia kembali ke Kefamenanu, tepatnya Noebaun untuk memulai usahanya. Kebunnya yang tak begitu luas, digarapnya. Tak sejengkalpun dia lepas, semua ditanami aneka tanaman sayuran maupun buah-buahan dengan pola taman menggunakan sistem irigasi tetes.
“Awalnya saya dengan mama yang memulai usaha ini. Namun semakin berkembang. Kami juga sudah datang ke beberapa lokasi dan beri motivasi seperti kemarin baru dengan Sinode GMIT, disana kami bicara di seratus pendeta mengenai metode penanaman yang tepat,”jelas Juan sembari menambahkan, kini sudah banyak warga yang mau bergabung setelah melihat pola kerja yang benar dan didukung sistem pemasaran yang baik.
Benar saja, di kios organik mereka, terdapat banyak barang dagangan. Sebagian besar hasil pertanian yang mereka kelola, seperti sayur mayur, labu jepang, labu lilin, jagung, semangka, pisang mentah dan yang sudah masak serta masih banyak lagi. Mereka juga menyediakan aneka makanan ringan seperti ubi kayu/singkong yang diolah dengan gula merah sehingga dijadikan makanan ringan, keripik pisang, keripik ubi, madu batu, dan pisang goreng.
Yang menarik dari kios organik ini, ternyata mereka melayani pembayarannya menggunakan digitalisasi dan semua difasilitasi oleh Bank NTT. Mereka adalah salah satu merchant Qris, sehingga bagi pengunjung yang tidak membawa uang tunai, tinggal melakukan scan pada kode bar yang tersedia.
Tak cukup disitu, juri diajak masuk ke kebun. Dan ternyata luar biasa. Di kebun yang luas itu, seluruhnya dibentuk bedeng-bedeng berdiameter 1 X 4-5 meter. Ada bedeng yang sudah kosong karena baru saja dipanen, sedangkan ada yang masih dipenuhi sayuran maupun cabe.
Belum lagi tanaman labu yang dibentuk melata pada sebuah terowongan bambu, dengan buah labu berukuran besar yang berjuntai di tengah. Tentu ini menambah sensasi pengunjung yang menyusuri lorong, yang diibaratkan sebagai etalase untuk memamerkan beraneka bentuk buah labu itu.
Dalam sebuah diskusi di tengah kebun itulah, Juan membeber buah dari hasil kerja kerasnya itu. “Kami baru saja panen semangka pada bulan Oktober, dan saat itu kami undang Pak Wakil Bupati TTU. Semangka kalau sekali panen kami dapat sekitar Rp 30 juta, belum lagi sayur yang juga keuntungannya sangat bagus,”tegas Juan. Menurutnya, sebagai petani dia harus bisa membaca peluang di pasar, sehingga ketika petani lain ramai-ramai menanam satu jenis sayur, dia tidak akan menaman jenis yang sama. Dia baru akan menanamnya ketika merek hampir panen, sehingga ketika stok di pasar habis, dia akan melempar sayur olahannya di pasar. Begitu pula dengan cabe. “Itu yang saya bilang bahwa petani harus bisa membaca peluang pasar. Dari sinilah dia akan untung,”tegasnya ringan. Dia sudah mencobanya dan berhasil.
Sementara Stenly Boymau, yang tahun ini adalah tahun kedua dilibatkan menjadi juri dengan sejumlah profesor itu, memberi apresiasi atas kerja keras dan cerdas dari kelompok usaha ini. Karena mereka berani memulai sesuatu hal yang baru, yakni menanam dengan hitungan pasar yang cerdas. Apalagi, mereka menanam tanaman yang agak unik, sehingga berdampak pada nilai jual. “Semuanya menggunakan pupuk organik, dan ini sesuatu yang baik. Masyarakat sudah harus bisa memproteksi diri terhadap sayuran dengan pupuk kimia karena sangat tidak aman, nah disini Pak Juan dan kelompok tani ini memulai sebuah pola yang baru,”tegas Stenly. Dia mendorong warga setempat untuk jangan berhenti berkreasi, karena lahan mereka masih luas dan Noebaun dikenal sebagai sebuah wilayah yang subur.
“Kelompok tani ini hendaknya menjadi embrio untuk lahirnya kelompok yang lain. Jangan takut untuk memulai, karena Bank NTT siap menjadi mitra, kita punya fasilitas kredit yang murah, tanpa agunan dan tanpa bunga. Tidak hanya disitu, Bank NTT akan terus mendampingi pada packaging hingga penjualan. Jangan ragu, kita ada banyak iven dan selalu melibatkan UMKM sebagai mitra, sehingga kami bisa pastikan bahwa seluruh hasil pertanian atau produknya akan laku karena difasilitasi dengan pembeli,”ujar konsultan Humas Bank NTT ini. Bank NTT menurutnya memfasilitasi petani agar produknya masuk ke kanal-kanal penjualan yang dijual secara online dengan harga bersaing.
“Kelebihan kelompok ini adalah menjual hasil pertanian dengan pupuk organik. Nah ini perlu dikampanyekan kepada publik bahwa kita menjual sayuran serta aneka buah-buahan sehat, tanpa pupuk kimia. Masyarakat diedukasi mengkonsumsi makanan sehat, apalagi letak usaha ini di jalur Jalan Timor Raya atau trans Timor, ini sangat memudahkan pemasarannya,”ujar mantan Pemred Jawa Pos Group ini. (Tim)