GMKI Waingapu Bersama PERUATI SUMBA Menolak Praktek KAWIN TANGKAP
WAINGAPU, MIT.COM – Rabu, (24/06/2020) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Waingapu dan Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi (PERUATI) Sumba, menggelar diskusi dengan tajuk ‘Menolak Praktek Kawin Tangkap’, diskusi dilaksankan di Sekretariat GMKI Waingapu.
Sekretaris Daerah PERUATI Sumba, Pdt. Herlina Ratu Kenya dalam diskusi, menceritakan kronologis salah satu kasus kawin tangkap yang terjadi pada tanggal 16 juni 2020 di Kabupaten Sumba Tenggah.
Kronologinya, Seorang perempuan berinisial R selama ini bekerja di Bali karena berasal dari keluarga kurang mampu, kembali ke Sumba dengan tujuan kepulangan ialah untuk mengurus beberapa dokumen karena R berniat bekerja sambil kuliah. Mengetahui korban R akan pulang pada tanggal 16 juni 2020 pukul 10 pagi, pelaku berinisial N (21), pendidikan tidak tamat SD yang berdomisili kurang lebih 1 KM dari rumah korban R.
Pada saat kejadian, R berada dirumah pamannya karena rumah R bertetangga dengan pamannya. Datang rombongan belasan laki-laki dengan mengikat kuda di halaman rumah R, ayah dan ibu R mengetahui tujuan kedatangan rombongan karena itu ayah R mengatakan bahwa dirinya tidak mau kalau anaknya dibawa dengan cara seperti ini, tapi rombongan tidak peduli dengan permintaan ayah R, mereka kemudian menangkap R dirumah pamannya membawa R ke rumah N.
Keluarga korban R mengambil sikap untuk membuat laporan ke polisi, namun laporannya bukan soal penculikan orang, tetapi laporannya adalah bahwa ada sekumpulan orang yang masuk ke rumah mereka tanpa ijin, saat itupun polisi datang ke tempat kejadian perkara (TKP), dan diketahui bahwa para pelaku di suruh N dan keluarganya, tetapi dalam pemeriksaan pihak kepolisian tidak menemui korban R, hanya menemui pelaku N karena korban tidak diizinkan untuk bertemu dengan siapapun.
Sore harinya keluarga pelaku N, pergi ke rumah keluarga R untuk meminta maaf, dan memberitahu bahwa anak perempuan mereka berada di rumah mereka, permohonan maaf dari keluarga N ditandai dengan satu ekor kuda, satu ekor kerbau, dan satu batang parang ditambah dengan kuda yang telah di ikat pada saat penangkapan sehingga jumlah hewan 3 ekor, tetapi R tidak dilibatkan, keluarga R menerima permohonan maaf dari keluarga N.
Dengan menyetujui bahwa tanggal 9 Juli 2020 akan melanjutkan proses urusan adat, tanpa sepengetahuan R. Pihak keluarga meminta Gereja untuk mendoakan kegiatan ini namun Pendeta menolak karena tidak setuju dengan praktek ini, pada kesempatan itu Vikaris meminta untuk bertemu korban, namun tidak diizinkan, korban R di jaga ketat oleh keluarga pelaku.
Lebih lanjut, Pdt. Herlina Ratu Kenya menyampaikan Peruati Sumba kemudian melakukan koordinasi dengan pihak gereja dan langsung komunikasi dengan Sekretaris Umum Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), dan hal ini akan di bawa pada rapat komisi perempuan dengan matari pembahasan yakni KAWIN TANGKAP. Dari aspek budaya, aspek sosiologi, dan aspek teologi, kawin tangkap merupakan pelangaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena perlakuan yang dialami dan dirasakan pihak perempuan seakan tidak ada kuasa untuk menentukan hidupnya, bahkan dengan siapa yang dia mau, dan perempuan seakan di pandang sebagai properti, milik keluarga.
“Sekretaris GKS memerintahkan kami yang berada dilapangan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah setempat. DPRD dan Pemda sudah diinformasikan terkait kasus ini dan menyampaikan akan mendatangi kelurga, tapi nyatanya DPRD dan Pemda hingga saat ini tidak juga datang,” ungkap Pdt. Herlina.
“Pada tanggal 18 juni 2020, korban R akhirnya setuju untuk menikah dengan N. Namun Peruarti, tidak setuju dengan proses yang terjadi dirumah R. Proses yang tidak ada keadilan, yang merupakan sebuah kejahatan karena di tangkap, di sekap tanpa mengetahui sebelumnya apakah R mau menikah dengan N. Dan hal ini adalah cara yang tidak manusiawi. Kasus ini sudah diajukan ke Komnas Perempuan dan sementara menjadi pembahasan serius,” ungkap Pdt. Herlina.
“Hari ini, menentukan langkah berikutnya. Tanggal 30 juni 2020 nanti akan dilakukan pertemuan dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, dan pendeta-pendeta. Kami ingin menyuarakan bahwa Sumba tidak diam, bahwa Kawin Tangkap adalah kejahatan yang mestinya harus segera dihentikan. pungkas Pd. Herlina.
Ketua GMKI Cabang Waingapu, Diki Warandoy, SE dalam diskusi ini menegaskan bahwa kejahatan ini tidak bisa diabaikan dan tidak bisa ditolerir. GMKI Waingapu tidak akan tinggal diam terhadap persoalan ini, kami akan pastikan nilai-nilai kemusiaan tetap terjaga dan hak setiap perempuan Sumba dihormati.
“Terhadap persoalan seperti ini, harapan kami sebenarnya Pemerintah Daerah harusnya gesit dalam menanggapi hal-hal seperti ini bukan menunggu Perintah dari pusat baru bergerak,” ungkap Diki.
“GMKI akan berkolaborasi dengan Peruati Sumba, Sinode GKS, dan lembaga mitra lainnya akan terus mengawal dan menyuarakan karena hal ini tentang harga diri perempuan. GMKI tidak bisa bergerak sendiri tanpa kaloborasi dan dukungan dari semua elemen masyarakat untuk menyelesaikan persoalan ini,” tutup Diki. (Efraim Nggaba/MIT)
mantap pak Kabid
ayo kawal trus persoalan in sampai tuntas