Melki Laka Lena : Pencegahan dan Penanganan Stunting Butuh Kerjasama Berbagai Pihak
Kupang, MITC – Pencegahan dan penanganan Stunting butuh kerjasama berbagai pihak. Pemerintah Pusat, Kementerian, Pemerintah Daerah maupun kabupaten/kota, pihak swasta dan masyarakat maupun mahasiswa untuk bekerja bersama secara kolaborasi mengatasi masalah sunting ini, ujar wakil ketua komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena saat kampanye Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten/Kota bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di aula Koperasi Solidaritas Kota Kupang, Jumat (29/9/2023) dilansir dari terasntt.com
“Sesuai regulasi yang sudah ditetapkan bahwa proses pencegahan penurunan sunting ini dilimpahkan kepada BKKBN untuk melakukan pencegahan sunting secara terintegritas mulai dari tingkat desa, kelurahan, kabupaten/kota. Tetapi kerja pencegahan stunting ini bukan hanya dari BKKBN, namun dari semua pihak baik itu masyarakat maupun dari lembaga terkait, dan juga mahasiswa untuk memberikan edukasi kepada semua orang agar bisa mengatasi sunting sejak awal ,” Ungkap Politisi Golkar yang akrab disapa Melki Laka Lena ini.
Dikatakan Melki, untuk pencegahan sunting maka perlu memperhatikan bayi mulai dari 1000 hari pertama kehidupan dan ditambah dengan dua tahun pertama kehidupan,
“Masa ini yang perlu kita perhatikan agar gizi anak berkecukupan dan ini ditentukan oleh ibunya sebagai pelaku utama yang perlu memperhatikan, didukung oleh semua keluarga disekitar ibu hamil ini. Kita harus membagi peran ini karena pola perilaku kita di rumah sering tidak memperhatikan gizi ibu hamil atau yang sedang menyusui, untuk itu pola lama ini harus dirubah dan lebih memprioritaskan ibu hamil atau sedang menyusui karena dialah yang membawa gizi kepada anaknya baik itu masih dalam kandungan ataupun balita,” pesannya.
Melki juga menghimbau, agar selama periode ibu menyusui, para suami harus menghindari area puting susu ibu karena itu merupakan satu – satunya sumber makanan dan kekuatan bagi bayi.
” Ini bukan omong porno tetapi pengetahuan tentang kesehatan kita di NTT umumnya para laki-laki itu perokok dan peminum, dan kalau area puting susu ibu juga disentuh oleh suami maka anaknya tidak mau lagi dengan ASI ibunya karena ada bekas rokok dan minuman dari suami. Karena sekali saja anak itu mencium bau rokok dan minuman maka anak tidak akan mau lagi dengan ASI ibunya, dan hal ini akan membuat bapa dan ibu menelurkan biaya tambahan untuk membeli susu formula, jadi untuk ibu-ibu dan juga suami tolong menjaga puting susu agar ketahanan anak bisa terjaga,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama perwakilan BKKBN Provinsi NTT, Yasni Saudila menjelaskan, bahwa Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak di usia 2 tahun.
“Jadi sederhananya stunting itu berarti ototnya pendek dan otaknya pendek tidak terlalu panjang dan tidak terlalu tinggi, kapasitas otaknya juga terbatas. Dampak dari anak yang terkena stunting adalah anak stunting muda sakit, kemampuan kognitif berkurang, saat tua beresiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan, fungsi – fungsi tubuh tidak seimbang, mengakibatkan kekurangan ekonomi, postur tubuh tidak maksimal saat dewasa, pertumbuhan berat badan dan komposisi badan yang tidak optimum , pertumbuhan otak tidak maksimal mengakibatkan kemampuan berpikir dan prestasi belajar rendah, dan akan yang mengalami stunting memiliki daya tahan tubuh dan imunitas rendah yang berkurang, ” kata Yasni.
Yasni juga mengajak peserta kegiatan sosialisasi untuk bersama – sama mencegah atau menurunkan angka stunting di NTT dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat baik sebagai sebagai mahasiswa sebagai masyarakat umum maupun sebagai kader-kader untuk menjadi ujung tombak di tengah-tengah masyarakat, karena NTT adalah Provinsi paling tinggi angka stunting di Indonesia.
“Melalui kegiatan ini diharapkan bahwa setelah 2023-2024 kita akan mencapai angka stunting yang rendah sesuai dengan target yang disampaikan oleh pemerintah kita mencapai angka 14% di tahun 2024. Untuk itu, pentingnya periode emas 730 hari berikutnya adalah masa-masa ketika bayi telah dilahirkan 0-2 tahun adalah perbaiki gizi dan kesehatan terutama yang berasal dari asupan makanan. Setelah melahirkan lakukan inisiasi menyusui dini, perbaiki ASI ekslusif juga perlu dilakukan 0-6 bulan,”pesannya.
Demikian juga Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang drg. Sisca Ikasasi dalam kesempatan ini mengajak masyarakat untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB) sehingga tidak menimbulkan kerugian akibat langsung dari kelahiran bayi bagi ibu, bayi, keluarga dan masyarakat.
“ Manfaat Keluarga Berencana dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat, Kehamilan terlalu dini, Kehamilan terlalu telat, Kehamilan yang terlalu berdesakan jaraknya, terlalu sering hamil dan melahirkan,” jelas Sisca.
Sisca juga menjelaskan ada 3 fase dalam pengaturan kelahiran yakni Fase menunda kehamilan bagi Pasangan Usia Subur yang istrinya berusia kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya. Hal ini karena kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun merupakan kehamilan resiko tinggi. Fase yang berikut adalah menjarangkan kehamilan pada pasangan yang usia istrinya antara 20-35 tahun merupakan periode yang paling baik untuk melahirkan, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun. Fase yang terakhir adalah menghentikan kehamilan. Periode umur isteri diatas 35 tahun sebaiknya menghentikan kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak. Hal ini karena kehamilan pada usia diatas 35 tahun merupakan resiko tinggi.
“ Untuk fase menunda 20 tahun ke bawah jangan hamil dulu karena menikah di usia muda masuk dengan banyak persoalan dalam rumah tangga karena yang pertama ekonomi belum siap yang kedua fisik belum siap yang ketiga psikologi belum siap, jadi mempersiapkan diri dengan baik secara fisik, pisikoligi, dan ekonomi baru menentukan waktu untuk menikah. Kemudian 20 – 35 tahun menjalankan kehamilan dan mengatur jarak kehamilan diatas usia 35 ke atas,” pungkasnya. (*)