Masyarakat NTT Keluhkan Pelayanan Rumah Sakit dan Gaji Kader Posyandu, Ini Penjelasan Melki Laka Lena

Kupang, MITC – Banyak sekali keluhan masyarakat yang menggunakan Kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat berobat di rumah sakit. Mereka mengeluh pelayanan pihak Rumah Sakit (RS) terhadap warga yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan sering dinomor duakan. Ada juga yang mengeluhkan saat berobat pihak RS mengatakan Kartu BPJS Kesehatannnya tidak dapat digunakan atau tidak aktif.

Berbagai keluhan warga ini disampaikan kepada Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, saat kegiatan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Kelurahan Oebobo, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu, (19/4/2023).

“Kami melihat bapak di Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan jadi kami mau sampaikan ini. Kita punya BPJS Kesehatan tetapi setelah sampai di UGD kenapa kita yang punya BPJS Kesehatan selalu diduakan, nah ini yang saya mau tanyakan apakah kita tidak bayar BPJS atau bagaimana bapak? Mohon penjelasannya dari bapak tolong jelaskan kepada kami karena kami juga masyarakat tidak mengerti,” Ungkap Ari, salah satu warga Kelurahan Oebobo, Kota Kupang.

Mendengar keluhan yang disampaikan warga Kelurahan Oebobo, Kota Kupang ini, Politisi Goplkar yang akrab disapa Melki Laka Lena ini mengatakan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia termasuk di NTT khususnya Kota Kupang semua harus mendapatkan layanan kesehatan yang setara satu sama lain

“Kami sering mengalami bahwa ada masyarakat yang menjadi peserta BPJS baik yang dia bayar sendiri (mandiri) maupun dibayar oleh pemerintah, dan kejadian pelayanan kesehatan baik itu di Puskesmas atau di Klinik atau di RS tertentu ternyata ada yang mengalami kejadian seperti yang disampaikan ini. Ada situasi dimana seolah-olah pelayanan BPJS Kesehatan dinomor duakan yang didahulukan bagi yang bukan peserta. Namun, saat ini sudah kami minta dan tegaskan agar pelayanan kesehatan dan peran kesehatan di Indonesia termasuk di NTT khususnya Kota Kupang tidak boleh ada pelayanan seperti itu, karena perbedaan antara peserta dan bukan peserta karena semuanya dibayar. Untuk itu semua harus mendapatkan layanan kesehatan yang setara satu sama lain,” Jelas Melki Laka Lena.

Melki Laka Lena mengatakan, dilapangan hal-hal semacam ini masih ditemukan. Hal ini akan menjadi catatan untuk disampaikan kepada pimpinan BPJS Kesehatan di pusat untuk lebih memperkuat mengintervensi pemerintah provinsi agar seluruh pasien harus mendapatkan pelayanan yang sama sesuai dengan standar.

“Sebenarnya standar dalam pelayanan kesehatan di RS, Puskesmas, Klinik dan termasuk Dokter, Perawat, dan Bidan memiliki standarnya yang sama dan tidak ada perbedaan. Dan yang sering melakukan hal-hal semacam itu biasanya itu oknum tertentu. Kami akan mengingatkan kepada pihak RS untuk memperbaiki sehingga tidak terjadi lagi kedepannya,” tegasnya.

Melki juga menjelaskan, beberapa waktu lalu dari Kementerian Sosial itu melakukan pembersihan data pengguna BPJS yang dibayar pemerintah karena ada hampir jutaan data yang bermasalah. Untuk itu Ia meminta agar masyarakat pengguna BPJS yang kena pembersihan data agar melapor ke RT/RW maupun Kepala Desa atau Lurah untuk dilakukan pendataan ulang.

“Ada dua cara yang kita lakukan bagi pengguna BPJS yaitu satu kita bayar sendiri perbulan (mandiri), kedua dibayar Pemerintah. Ada tiga kelas pengguna BPJS yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) oleh Pemerintah Pusat ,PBI Provinsi NTT, dan PBI Kabupaten/Kota. Dan permasalahan yang dialami itu masuk kategori mana? Yang dibayar oleh Pemerintah ada dikelas yang mana tetapi ketika pembersihan data ada anggota atau warga kita yang harusnya dibayar pemerintah baik itu Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi NTT ataupun pusat pasti terkena pembersihan data. Dan caranya adalah RT/RW proses dengan Lurah kemudian dengan Dinas Sosial untuk data diaktifkan lagi masuk dalam kategori PBI yang dibayar oleh Pemerintah Pusat, dan dicatatkan lagi dari RT/RW lalu serahkan ke Kelurahan lalu ke Dinas Sosial dan akan kirim ke Jakarta dan akan diproses oleh Kementerian Sosial untuk diaktifkan datanya, ” jelas Melki.

Dalam kegiatan ini, selain keluhan tentang pelayanan BPJS Kesehatan, warga juga mengeluhkan gaji kader-kader posyandu yang sangat kecil padahal telah bekerja secara maksimal melayani masyarakat.

“Untuk posyandu, memang kami sudah sudah sepakat untuk alokasi anggaran di Jakarta dan pak Jokowi sudah setuju dan menekankan bahwa seluruh Indonesia di semua posyandu akan diberikan alat ukur yang standar dan semuanya sama untuk satu Republik ini. Ada sekitar 300.000 posyandu di seluruh Indonesia yang akan diberikan alat ukur timbang panjang, berat badan dan proses pengadaan 300.000 unit alat ukur ini untuk seluruh posyandu di seluruh tanah air ini,” kata Ketua DPD I Partai Golkar NTT ini.

Tak hanya itu, dia juga mengatakan, ada program disetiap posyandu yang namanya dapur sehat. Program ini merupakan program nasional dengan bekerja sama dengan BKKBN, Kementerian Kesehatan, dan juga Badan Pangan Nasional. Anggaran dikirim ke daerah masing-masing untuk diberikan ke posyandu untuk dikelola sendiri dan nantinya bisa menambah penghasilan.

“Ada 300.000 posyandu dan setiap posyandu sekitar 5 anggota yang bekerja. Berarti 5 orang kali 300.000 posyandu ada 1,5 juta orang dan kita memang lagi cari anggaran dari berbagai tempat. Memang sekarang ini belum bisa kita penuhi seperti yang diminta tapi pelan-pelan kita pasti penuhi. Uang yang dikelola sendiri itu, dikelola secara baik agar bisa membantu menambah gaji para kader posyandu,” tutup Melki Laka Lena. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.