Mantan Dirut Bank NTT Sarankan Lakukan Kajian Menyeluruh, Jangan Main Vonis
Kupang, MITC – Direktur Utama Bank NTT periode 1993-2000, Welem Nunuhitu memberi catatan terkait perkembangan Bank NTT hingga saat ini. Menurutnya, jika diukur dari kinerja pelayanan perbankan, maka pelayanan sekarang jauh lebih maju dibanding saat dia memimpin.
“Bank NTT sudah bisa beradaptasi di era digital ini. Bahkan mereka sudah bergerak maju cukup pesat dengan digitalisasi. Sekarang transaksinya cuma lewat handphone. Orang tidak mau buang-buang waktu lagi untuk ke bank dan ini sebuah perubahan yang nyata, sehingga nasabah lebih banyak diuntungkan,”tegas Wem, sapaan karibnya, saat ditemui di kediamannya di Naikoten 1, Selasa (7/2).
Beraneka karya inovasi digital oleh Bank NTT saat ini perlu disupport, seperti layanan Mobile Banking yang menjamur pemakainya hingga ke pelosok-pelosok. Setidaknya ada ribuan merchant QRIS, agen Laku Pandai dan sebagainya. Ini perlu disupport agar nantinya bank ini semakin berkembang.
Sedangkan mantan Direktur Bank NTT di era 1990-1993 ini pun menyentil sejumlah narasi yang dibangun pihak-pihak tertentu mengenai capaian laba yang menurun dua tahun terakhir sejak tahun 2019.
“Kalau kita bicara mengenai laba yang turun, tidak serta merta kita lalu menarik kesimpulan bahwa owh ini pengurusnya yang bermasalah. Mari kita buat analisa menyeluruh. Laba turun di tahun berapa, apa penyebabnya secara umum, khusus dan sebagainya. Belum tentu seolah-olah bahwa pengurusnya sudah bermasalah. Analisa laporan pengeluarannya, apakah pendapatannya, apakah biayanya naik, ini kan soal laba rugi. Jika biaya naik, maka di pos apa kenaikannya. Saya belum melihat laporan keuangannya,”tegas Wem lagi.
Bahkan dia menyarankan agar dilakukan saja kajian secara menyeluruh agar bisa ditemukan apa penyebab labanya turun selama tahun-tahun terakhir. Karena jika laba itu turun di tahun-tahun bangsa khususnya daerah ini sedang dilanda COVID, maka tentu berbeda kesimpulannya. Karena di tahun-tahun itu hadirlah kebijakan restrukturisasi.
“Komponen apa penyebabnya. Kalau misalnya itu tanggungjawab cabang, atau kewenangan kantor pusat, maka kita cek lagi, kewenangan direksi yang mana, atau kewenangan Dirut. Karena ada limit-limit tanggungjawab untuk memutuskan kredit. Karena itu kita harus membuat analisa. Memang Dirut itu penanggungjawab umum namun tidak bisa semua itu dibebankan kepada Dirut. Tanggungjawabnya berjenjang. Tidak bisa kredit di cabang lalu diputuskan oleh Dirut, tidak mungkin itu. Jadi, ada batas-batas kewenangannya,”tambahnya lagi.
Apalagi ada informasi yang didengarnya bahwa penyebab turunnya laba karena tingginya Cadangan Penurunan Kerugian Nilai (CPKN) sebagai akibat dari kredit yang bermasalah. Juga karena ada beberapa kredit yang diberlakukan saat ini seperti kredit mikro Merdeka, yang mana kredit ini disalurkan tanpa agunan.
“Bisa juga itu, dan cadangan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika ada kredit macet. Mari kita telaah dulu dan jangan memvonis seolah-olah sudah gagal semua. Ditelusuri lagi, kemacetan tertinggi itu ada di masa jabatan direksi yang mana dan apa penyebabnya,”ungkap Wem sambil menambahkan bahwa yang lebih memahami persoalan ini adalah OJK dan BPK.
“Merekalah yang melakukan kajian lalu membuat opini. Dan sejauh ini mereka bekerja secara profesional. OJK dan BPK saja tidak permasalahkan kok kita seolah-olah ada masalah. Mereka sebagai regulator, dan diberi kewenangan oleh negara sehingga selalu mengikuti perkembangan bank ini. Bahkan saya dapat informasi bahwa OJK melakukan kajian berkala setiap bulan terhadap Bank NTT. Ada kemajuan atau tidak. Contohnya, dulu NPL sewaktu Dirut (Harry Alexander Riwu Kaho) baru terima jabatan ini, dengan NPL yang tinggi yakni hampir 5 persen namun sekarang sudah turun jadi 2 persen, ini tentu bagus,”tegas Wem lagi.
Tak hentinya dia meminta kepada semua untuk jangan dulu menarik kesimpulan dari sebuah dinamika, melainkan mengkajinya berkali-kali agar mendapat kesimpulan yang tepat. “Makanya saya tekankan lagi mari kita kaji ini secara menyeluruh. Jangan sampai karena laba turun langsung salahkan, oh ini kerja tidak betul. Kadang situasi ekonomi moneter juga berpengaruh pada laba. Tidak ada orang yang mau mendirikan bank lalu membuat bank itu kolaps,”tegasnya.
Bahkan dia pun masih menyayangkan jika dinamika ini ditarik ke anah politik.
“Kasihan Bank NTT-nya. Kalau ada muatan politisnya. Jangan sampai karena kita mau usir tikus dari rumah, tapi lumbungnya yang dibakar. Mari bersama-sama kita menjaga reputasi bank ini. Kita boleh saja tidak suka dengan oknum tapi jangan banknya yang dirusak. Bank ini perlu dijaga. Bagi orang yang bijaksana, ketika ada kesalahan, atau misscomunikasi, dibicarakan dulu di internal, sehingga rumah besarnya dijaga. Karena ada banyak orang yang hidup dan bertumbuh di bank ini. Kalau saya tidak suka sama oknum, atau siapapun, mari kita debat, dibedah regulasinya, dan jangan banknya yang dirusak. Karena kita pernah hidup dan dinafkahi disana. Jangan rusak rumah besarnya, kan kasihan,”pungkasnya. (*Humas Bank NTT)