Faperta Undana Siap Berkolaborasi Dengan Pemda NTT Kembangkan Sorgum

Kupang, MITC – Kebijakan Presiden Jokowi menjadikan NTT sentra pengembangan Sorgum, mendapat respon positif dari Fakultas Pertanian (Faperta) Undana. Faperta menyatakan bahwa sudah saatnya pemerintah menggalakan Gerakan Pengembangan Sorgum dengan konsep Pentahelix. Faperta pun siap berkolaborasi dengan pemerintah provinsi NTT.

Dilansir dari mediantt.com Dekan Fakultas Pertanian Undana, Dr. Ir. Muhammad S. M. Nur, M.Si Senin (22/8) di ruang kerjanya, menjelaskan, menghidupkan kembali tradisi bertanam sorgum bukan sesuatu yang mudah. Namun pengalaman pembangunan pertanian NTT melalui Operasi Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Hijau (ONH) di masa Gubernur Ben Mboi (tahun 1980-1990-an) yang dilakukan secara masiv, mampu meningkatkan produksi tanaman pangan dan perkebunan di NTT secara signifikan. Demikian juga dengan Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) di masa Gubernur Viktor Laiskodat saat ini.

Karena itu, menurut dia, belajar dari kegagalan dan keberhasilan di masa lalu itu, Faperta Undana menyarankan sebaiknya Pengembangan Sorgum di wilayah NTT dijadikan sebagai suatu Gerakan Pengembangan Sorgum, yang melibatkan seluruh komponen pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah, dengan penerapan strategi pemberdayaan komoditas pertanian unggulan konsep Pentahelix yang meliputi akademisi, petani, pebisnis, pemerintah dan media.

“Artinya, Akademisi menjadi sumber pengetahuan dengan konsep, teori-teori terbaru dan relevan, sementara petani berperan dalam proses budidaya dan pasca panen. Pebisnis dan perbankan melakukan proses bisnis dalam menciptakan nilai tambah dan pasar serta fasilitas penyediaan modal. Pemerintah menyediakan regulasi yang mendukung pengembangan produksi dan bisnis. Dan Media mendukung publikasi dalam promosi dan membuat brand image,” tegas Dr Muhammad Nur.

Uuntuk itu, jelas dia, Faperta Undana sebagai institusi pendidikan tinggi di wilayah NTT dengan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang Pertanian, tentunya siap berpartisipasi dalam pengembangan sorgum di wilayah NTT. “Faperta siap berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Pusat dan pemangku kepentingan lainnya dalam konsep Pentahelix,” katanya.

Apalagi, sebut dia, dalam beberapa tahun terakhir, Tim Dosen Faperta Undana (Prof LinceMukkun, dkk) telah melakukan penelitian dan pendampingan terhadap pengembangan sorgum oleh petani di Kabupaten Flores Timur dan Lembata mulai dari aspek budidaya hingga pasca panen dan pengolahannya.
“Melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), saat ini 300-an mahasiswa dan dosen Undana melakukan kegiatan magang kerja di DUDI (kelompok tani, wirausahawan, dll) pada sejumlah kabupaten di Pulau Flores, Timor dan Sumba selama 6 (enam) bulan untuk belajar bersama masyarakat, sekaligus memberikan dampak terhadap pembangunan masyarakat dan wilayah (setara 20 SKS). Melalui program MBKM di waktu-waktu mendatang mahasiswa dan dosen Faperta Undana dapat terlibat dan berpartisipasi dalam program pengembangan sorgum di NTT,” jelas Dekan Faperta.

Dasar Pertimbangan

Dr Muhammad juga menjelaskan, sebagai PT yang memiliki tupoksi melaksanakan Tri Dharma PT (pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian maayarakat) bidang pertanian di NTT, Faperta Undana menyambut positif kebijakan Presiden ini, dengan beberapa dasar pertimbangan.

1. Dari aspek biofisik wilayah, luas lahan kering di NTT yang masih tersedia dan belum dimanfaatkan untuk aktifitas budidaya tanaman, masih sangat tersedia (kurang lebih 50 % dari 1,5 juta ha).

2. Sebagian besar lahan kering yang belum dimanfaatkan itu tergolong lahan marjinal dan tanaman sorgum dapat tumbuh dan berproduksi pada kondisi lahan tersebut.

3. Kondisi Agroklimatologi NTT yang relatif kering sehingga sesuai untuk pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum. Untuk menghasilkan 1 jg akumulasi bahan kering, sorgum memerlukan 332 liter air, sedangkan jagung memerlukan 368 liter air.

4. Peluang keberhasilan penanaman sorgum pada kondisi iklim kering ssmakin diperbesar selain karena varietas-varietas sorgum lokal yang telah beradaptasi dengan kondisi iklim kering setempat, juga dengan dihasilkannya tiga varietas unggul yaitu Pahat, Samurai 1 dan 2 oleh Badan Tenaga Atom (Batan) dengan teknik mutasi radiasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Pada tahun 2014, ketiga varietas ini telah diujicoba di lahan kering NTT dengan hasil menggembirakan.

5. Sorgum ditanam dengan sistem ratun (ratooning system), dapat dipanen dua hingga taga kali untuk sekali tanam sehingga memerlukan lebih sedikit bibit, biaya dan tenaga kerja. 6. Sorgum relatif tahan terhadap serangan hama penyakit.

Pangan Fungsional

Selain itu, menurut Dekan Faperta, ditinjau dari nilai gizi, biki sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tidak kalah dengan bahan pangan lainnya. Biji sorgum mengandung 73 persen karbohidrat, 3,5 % lemak dan 10 % protein (lebih tinggi dari jagung dan padi) serta senyawa fungsional seperti antioksidan dam mineral seperti Ca, Fe dan P serta vitamin B1 dan serat.

“Sorgum merupakan sumber pangan yang dapat membantu mengatasi masalah gizi ganda (MGG) di NTT. Kandungan gizinya diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan gizi (malnutrisi) yang dapat menyebabkan ganggguan pertumbuhan seperti stunting dan kandungan patinya berupa resistant starch yang tidak mudah dicerna sehingga dapat mengenyangkan lebih lama serta IG antara 50-60 yang lebih rendah dari beras padi sehingga tidak cepat menaikan gula darah, dan sangat sesuai untuk pangan masyarakat perkotaan yang over nutrisi,” jelas Dekan Faperta.

Karena memiliki kandungan gluten dan indeks glikemik (IG) yang rendah serta mengandung senyawa-senyawa antioksidan, serat pangan yang bermanfaat bagi kesehatan sehingga sorgum juga bisa dijadikan sebagai pangan fungsional dan diet khusus.

“Artinya sorgum dapat dijadikan sebagai pangan pengganti beras dalam rangla mengatasi kerawanan pangan di musim kemarau. Sedangkan dari aspek sosial budaya, tanaman sorgum telah dikenal, dibudidayakan dan dikonsumsi oleh sebagian petani dan masyarakat di beberapa wilayah NTT, misalnya Flores Timur, Lembata, Sabu Raijua, Rote, Timor dan Sumba,” terang Dr Muhammad, yang menjabatDekan Faperta sejak April 2022. (*jdz/aat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.