Publik NTT Layak Sambut Hangat Irjen Setyo Budiyanto
Publik NTT layak menyambut hangat keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit menunjuk Irjen Setyo Budiyanto sebagai Kapolda NTT. Alasan utamanya karena rekam jejak Setyo yang mantan Direktur Penyidikan KPK. Rekam jejak itu seolah menjawab kerinduan publik terkait penegakan hukum di NTT, yang dinilai belum cukup maksimal, entah dari pencegahan, juga penuntasan berbagai kasus korupsi yang selama ini menyita perhatian publik.
Sejumlah kasus dugaan korupsi di NTT hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi publik NTT. Sebut diantaranya kasus dugaan korupsi Rp 1,4 miliar di DPRD Ende yang saat ini menjadi perbincangan publik NTT, dimana sejumlah anggota DPRD Ende namanya disebut secara jelas.
Lainnya, dugaan korupsi gratifikasi yang melibatkan puluhan pejabat Ende. Termasuk di dalamnya sejumlah anggota DPRD dusebut sebut sebagai penerima gratifikasi. Sudah lima tahun penyelidikan Polres Ende tidak ada pengembangan, bahkan sudah ada putusan praperadilan pun Polres Ende sejak Maret 2018 hingga sekarang tidak ditindaklanjuti.
Ada pula kasus dugaan korupsi Bank NTT, ada dugaan rekayasa kredit fiktif senilai Rp 130 miliar akibat take over kredit macet dari Bank Artha Graha dengan debiturnya PT. Budimas Pundinusa. Juga kasus pembelian surat hutang jangka menengah atau MTN senilai Rp 50 miliar yang diduga merugikan Bank NTT.
Kasus-kasus mangkrak ini diharapkan menjadi PR bagi Irjen Pol Setyo Budiyanto. Publik banyak berharap Kapolda baru dapat menyelesaikan sejumlah PR ini. Hal itu tentu beralasan kuat karena Irjen Pol. Setyo adalah mantan Direktur Penyidikan KPK. Dengan rekam jejak atau pengalaman itu diharapkan dapat menuntaskan kasus kasus korupsi di NTT. Diharapkan pula efektif mencegah terjadi korupsi di daerah ini.
Salah satu akademisi NTT, Dosen Fisipol Undana, Lasarus Jemahat kepada mediaindonesiatimur.com, menegaskan hal ini. Menurutnya, tugas Kapolda baru itu membereskan PR tersebut terutama beragam kasus korupsi di NTT. Masyarakat NTT sangat sadar, kemiskinan di NTT salah satunya disebabkan korupsi. Ini soal.
“Kita semua berharap agar Kapolda baru bisa segera bergerak. Harapannya, kerja di KPK dulu bisa dimanifestasikan di NTT sini”.
Kata Jehamat, korupsi hanya dapat diminimalisasi kalau semua elemen melakukan dua hal. Pertama, membumikan dan mempraktikan nilai-nilai baik yang selama ini dianut dan dipegang kuat masyarakat.
Kedua, penerapan hukuman yang setimpal, yang sungguh mengendapkan rasa keadilan, melalui regulasi yang lebih disederhanakan. Yang sekarang ini, regulasi yang mengatur korupsi terlampau banyak. Selain itu, ada banyak koruptor yang lolos dari jebakan hukum atau hukumannya singkat.
Selain dua hal itu, mekanisme pembuktian terbalik untuk melacak praktik koruptif aparat negara menjadi alternatif lain. Seperti diketahui, mekanisme pembuktian terbalik yang pernah diwacanakan mantan Presiden Gus Dur, sempat membuat berbagai pihak, terutama di lingkungan kekuasaan, ketar ketir. Takut!