Fraksi Golkar: Bank NTT Berpotensi Merugi 100 Miliar Rupiah
Kupang, MITC – Menanggapi pernyataan Dirut Bank NTT terkait dengan kredit macet PT. Budi Mas Pundinusa dan pembelian MTN PT. SNP berdasarkan berita media www.kriminal.co, Fraksi Partai Golkar DPRD membeberkan sejumlah data. Dari uraian data yang diperoleh, maka fraksi menegaskan, bahwa ada potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 100.000.000.000,- dan ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses pemberian kredit yang harus dijernihkan demi kredibilitas Bank NTT.
Demikian tanggapan tertulis Fraksi Golkar yang ditandatangani Hugo Rehi Kalembu (ketua fraksi) dan Mohammad Ansor (sekretaris) yang diperoleh mediaindonesiatimur.com, Sabtu (20/11/2021).
Dalam tanggapan tersebut fraksi menegaskan, bahwa sesuai pemberitaan media online Kriminal.co tanggal 16 November 2021 tentang kredit macet tidak mendapat bantahan dari Dirut Bank NTT sehingga Fraksi Golkar berpendapat, bahwa memang benar Dirut Bank NTT mengeluarkan pernyataan sebagaimana yang dilansir media tersebut. Oleh karena itu, Fraksi Golkar memandang perlu untuk memberikan tanggapan agar masyarakat Nusa Tenggara Timur mendapat informasi yang berimbang tentang duduk perkara yang sebenarnya.
Baik pada masalah kredit macet PT Budimas Pundinusa maupun pada kasus Pembelian Medium Term Notes pada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (selanjutnya: MTS PT NSP), ada dua aspek yang disoroti Fraksi Partai Golkar dalam Pemandangan Umumnya.
Pertama, aspek potensi kerugian Bank NTT dan Kedua, aspek indikasi pelanggaran hukum akibat ketidakpatuhan terhadap SOP mitigasi risiko pada Bank NTT.
Menurut fraksi masalah Kredit macet pada PT Budimas Pundinusa sesuai penjelasan Kepala Otoritas Jasa Keuangan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III tanggal 15 November 2021 tentang take over kredit Bank Artha Graha Kantor Pusat sebagai berikut:
Sesuai hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lanjut fraksi betul ada kredit macet sebesar Rp 100.000.000.000,- pada PT Budimas Pundinusa dengan rincian sebagai berikut:
Tahap I, pemberian kredit sebesar Rp 32.000.000.000, yangmerupa kan take over kredit Bank Artha Graha kantor Pusat. Tahap II, berupa tambahan kredit investasi sebesar Rp 20.000.000.000,- untuk pembibitan dan penggemukan ternak dan Tahap III, berupa tambahan kredit Modal Kerja sebesar Rp 48.000.000.000,- untuk kegiatan antar pulau ternak.
Menurut fraksi ada kelemahan dalam tata kelola pengurusan kredit, yaitu evaluasi terhadap kondisi debitur tidak memadai. Core bisnis PT Budimas Pundinusa adalah Usaha Penyediaan Layanan Proteksi Kebakaran dan Tanggap Darurat Terintegrasi.
Selain itu penambahan fasilitas kredit tidak didasarkan pada prinsip kehati hatian melalui sebuah analisis yang cermat, yaitu pembibitan, penggemukan dan antar pulau ternak.
Sementara tanggapan Gubernur terhadap Pemandangan Umum Fraksi Golkar tanggal 16 November 2021, menegaskan, bahwa masalah kredit macet PT Budimas Pundinusa sudah selesai karena Bank NTT sudah melakukan pelelangan agunan PT Budimas Pundinusa yang berlokasi di Mataram Nusa Tenggara Barat.
Akan tetapi, lanjut fraksi tanggal 15 November 2021, melalui koran Timor Express, justru Bank NTT mengumumkan panggilan menghadap kepada 211 debitur bermasalah. Ke-211 debitur bermasalah tersebut di atas wajib menghadap ke kantor Bank NTT sebelum tanggal 26 November 2021, pukul 16,30 WITA. Apabila debitur tidak menyelesaikan tunggakan hutang yang ada, maka Bank NTT akan melaporkan ke pihak Aparat Penegak Hukum.
PT Budimas Pundinusa adalah debitur nomor urut 1 dari 211 debitur yang dipanggil menghadap Bank NTT tersebut. Menjadi pertanyaan publik, bagaimana mungkin, Bank NTT masih memanggil PT Budimas Pundinusa, untuk menghadap menyelesaikan hutangnya paling lambat tanggal 26 November, padahal agunannya sudah selesai dilelang, sesuai Tanggapan Gubernur tanggal 16 November 2021 dan masalahnya dinyatakan selesai tuntas. Fraksi Golkar dan publik justru ingin mendapatkan penjelasan dari Dirut Bank NTT.
Menurut fraksi Pembelian Medium Term Notes PT Sunprima Nusantara Pembiayaan(selanjutnya: MTN PT SNP) Pemandangan Umum Fraksi Golkar yang berhubungan dengan Pembelian MTN PT NSP di dasarkan pada LHP BPK yang menemukan adanya potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50.000.000.000,-karena PT SNP sudah dinyatakan pailit dan kegiatan usahanya dibekukan oleh OJK, tidak berselang lama setelah terjadi transaksi pembelian MTN PT SNP oleh Bank NTT.
Selain itu BPK juga menemukan, bahwa proses pembelian MTN PT SNP tidak didahului Due Diligence atau uji tuntas, yaitu proses identifikasi, verifikasi, pengumpulan informasi dari pelbagai pihak dan pemantauan langsung untuk memastikan keberhasilan investasi.
Pembelian surat berharga pihak ketiga non bank tidak ada dalam Rencana Bisnis bank NTT tahun 2018, serta prosesnya sangat cepat. Ada indikasi pelanggaran SOP yang berhubungan dengan mitigasi risiko, yang harus dijernihkan oleh Aparat Penegak Hukum agar duduk perkara menjadi terang benderang. Bahwa Dirut Bank NTT telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan sudah dimuat pada portal BPK, hal itu adalah proses administrasi yang seharusnya demikian; tetapi tidak serta merta menyelesaikan potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50.000.000.000,- dan menghentikan upaya penjernihan indikasi pelanggaran SOP yang bisa berujung pada masalah hukum, seperti yang ditemukan oleh BPK.
” Jadi masalah masih tetap ada dan masalah tidak selesai seperti yang disampaikan oleh Dirut Bank NTT.Tanggapan Fraksi Partai Golkar sebagai wujud akuntabilitas publik dan kecintaan terhadap Bank NTT,” tagas fraksi. (*AAT)