Proyek Budidaya Ikan Kerapu Gagal, Komisi II DPRD NTT Bersuara Keras
Kupang, MITC – Komisi II DPRD NTT bersuara keras terkait budidaya ikan kerapu oleh Dinas Kelautan dan Perikanan NTT. Jika budidaya ikan kerapu gagal, maka dinas teknis ini harus dievaluasi.
Suara keras ini datang dari Ketua Komisi II DPRD NTT, Kasimirus Kolo, dan Wakil Ketua Komisi II, Thomas Tiba.
Keduanya diminta tanggapan terkait budidaya ikan kerapu di Teluk Waekulambu, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada oleh Provinsi NTT melalui Dinas Perikanan dan Kelautan yang tidak memberi hasil maksimal.
Sebagaimana diberitakann suaraflobamora.com, proyek dengan dana besar ini gagal total karena hasil panen ikan kerapu di teluk tersebut hanya sekitar Rp 78,6 juta atau hanya sekitar 1 % (persen) dari total dana yang diinvestasikan Pemprov NTT senilai Rp 7,8 miliar.
Kasimirus Kolo menegaskan, jika benar hasil panen ikan kerapu di Waekulambu hanya Rp 70 juta lebih, maka Dinas Kelautan dan Perikanan NTT harus dievaluasi. Program Gubernur dan Wakil Gubernur NTT di bidang kelautan dan perikanan ini cukup bagus untuk meningkatkan ekonomi masyarakat setempat serta PAD sehingga perlu didukung.
“Jika informasi dari media bahwa panen ikan kerapu di Waekulambu hanya Rp 70 juta dari nilai investasi Rp 7 miliar lebih benar perlu dibuktikan dengan data, dan kami segera turun ke lapangan untuk mengecek dan setelah kembali kami langsung panggil kepala dinas untuk memberikan penjelasan,” tegas Kasimirus di Ruang Rapat Komisi II DPRD NTT, Selasa (22/6/2021).
Menurut politisi Nasdem itu, program budidaya ikan kerapu ini merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi NTT di bidang kelautan dan perikanan. Karena itu sejak awal DPRD NTT memberikan dukungan politik dan juga dana kepada pemerintah untuk melaksanakan program tersebut.
Khusus di Waekulambu dukungan dana sekitar Rp 7 miliar lebih termasuk pakan senilai Rp 300 jutaan. Benih yang ditebar sekitar 1 juta ekor baik di laut maupun di dalam keramba.
“Bagi saya bukan gubernur dan wakil gubernur yang salah. Jika data itu obyektif dan benar, maka dinas harus dikoreksi atau dievaluasi dan bukan programnya yang gagal. Program ini begitu bagus, hanya implementasi di lapangan oleh dinas teknis itu yang perlu ditinjau kembali dan dievaluasi. Karena kita juga perlu orang-orang yang punya kompetensi di bidangnya dan punya kemampuan bekerja extra ordinary. Ya… mesti kerja keras di sini. Kita tidak bisa bekerja biasa- biasa saja karena pemikiran gubernur dengan lompatan jauh dan luar biasa patut diapresiasi, sementara kesiapan dinas untuk bergerak cepat itu yang perlu didorong,” tandas Kolo.
Kolo mengatakan, jika data hasil panen itu dijadikan sebagai alat ukuran, maka program tersebut tidak maksimal karena tidak sebanding dengan investasi yang dilakukan.
“Kemarin selepas paripurna saya memanggil kadis dan menanyakan hasil panen yang tidak sesuai dengan yang disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) beberapa waktu lalu bahwa akan memanen 2 ton di Waekulambu. Menurut beliau hasil panen seperti itu karena ada ikan yang migrasi ke laut lepas dan juga akibat badai sehingga jumlah dan bobotnya tidak sesuai dengan yang digambarkan dalam RDP itu. Saya juga merasa kaget dengan hasil panen itu. Bagi saya bukan gubernur dan wakil gubernur yang salah, sehingga kalau data itu obyektif dan benar maka dinas harus dievaluasi,” tegasnya.
Pendapat senada juga diungkap Wakil Ketua Komisi II, Thomas Tiba. Toti, sapaan Thomas Tiba, mengatakan, dinas teknis dalam pengelolaan anggaran tersebut tidak maksimal.
“Kaitan dengan program ini kita bersama dinas kelautan dan perikanan rapat berulang-ulang untuk membicarakannya. Dan kami juga sudah turun ke lapangan untuk melihat langsung perkembangan program itu. Cuma kaget juga ketika panen pak kadis sendiri menyatakan cuma dua ton. Menurut beliau hanya sebagian yang ada dalam keramba, sementara yang lain dilepas. Minimal yang ada di keramba itu bisa mengimbangi investasi yang ada untuk kepentingan masyarakat,” tandas Toti, politisi Partai Golkar ini.
Menurut Toti, kemauan pemerintah sesuai visi misi gubernur itu bagus, yang masalah adalah dinas teknisnya.
“Kalau saya, kita tidak bisa persalahkan gubernurnya. Kita persalahkan dinas teknisnya karena pelaksanaan program ini adalah dinas teknis. Dan persoalan budidaya ikan kerapu bagi dinas ini baru, namun minimal pengelolaannya bisa menghasilkan 50 – 60 persen yang bisa sebanding dengan nilai investasi. Jika ke depan pemerintah masih punya niat untuk melanjutkan program ini perlu dievaluasi lagi. Kita mengharapkan demikian. Dinas teknis itu harus seriuslah dalam proses penanganan program itu Jangan main-main. Artinya jangan membuat masyarakat kecewa, apalagi sudah ada koperasi yang dibentuk, tentu melibatkan masyarakat,” katanya.
Menurut Toti, setiap anggaran yang dikeluarkan harus terukur. Budidaya ikan kerapu bukan ajang untuk latihan atau belajar.
“Ini barang bukan untuk latihan. Sayang kalau anggaran yang dikeluarkan besar, baru hasilnya tidak maksimal. Sebaiknya pelaksanaan program ini juga mendatangkan tenaga ahli di bidangnya,” tegas wakil rakyat dari Dapil Flores V yang meliputi Kabupaten Nagekeo, Ngada, Ende dan Sikka ini