Sikapi Konflik di Papua, PP GMKI: Masyarakat Papua Bagian NKRI Yang Harus di Lindungi
Jakarta, MITC – Konflik di tanah Papua belum kunjung selesai, tidak jarang kita dengar genjatan senjata terus berlangsung, seperti tidak ada henti-hentinya. Jumat, 30 April 2021.
Peristiwa semakin panas ketika Minggu, 25 April lalu, Kepala BIN daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha tewas karena diduga ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata Papua.
Hal tersebut kemudian menuai respon dari pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, organisasi atau kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang melakukan kekerasan di Papua dikategorikan sebagai teroris.
Kelompok sipil bersenjata di Papua dikategorikan sebagai teroris, kata Mahfud, berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sedangkan, terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.
“Nah berdasarkan definisi yang dicantumkan di dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tersebut, maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris,” ujar Mahfud.
Namun pengurus pusat GMKI menilai pemerintah jangan terlampau gegabah atau reaksioner, menyikapi kondisi yang terjadi saat ini di Papua, karena masyarakat Papua juga adalah bagian kesatuan dari Republik Indonesia yang harus dilindungi oleh negara.
“Narasi itu bisa saja multi tafsir dan penggunaan diksi terorisme tidak akan menurunkan eskalasi konflik di Papua, hal itu hanya akan menghasilkan ketegangan baru.” Terang Jefri Gultom selaku Ketua Umum GMKI
PP GMKI juga menyindir Mahfud selaku Menkopolhukam agar fokus pada isu ketenagakerjaan, karena dalam penerapan Omnibus Law banyak menyengsarakan buruh di Indonesia.
“Iya pak Mahfud fokus saja pada Omnibus Law, karena kita saat ini memasuki hari buruh internasional”. Ungkap Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia itu.
Oleh karena itu Pengurus Pusat GMKI meminta kepada pemerintah menggunakan pendekatan Peace Building, agar terjadi perdamaian yang berkelanjutan di tanah Papua, sehingga konflik bersenjata di Papua dapat teratasi. Lewat pendekatan ini, GMKI berharap negara (pemerintah maupun aparat keamanan) menunjukkan wajah yang humanis bagi masyarakat papua khususnya. Selain itu pemerintah harus berani membuka ruang dialog dengan pendekatan kultural yang melibatkan para tokoh adat, tokoh gereja, maupun seluruh komponen masyarakat dalam membangun wacana perdamaian di tanah papua.
“Kami minta pemerintah gunakan pendekatan Peace Building, agar konflik di tanah Papua tidak terus berlanjut”, Pungkas Jefri Gultom putra kelahiran Merauke.
Begitu juga dengan sikap Pengurus Pusat GMKI beberapa hari yang lalu, bahwa sangat berduka atas dua peristiwa pilu, tenggelamnya kapal selam TNI AL dan tewasnya Kabinda Papua. Dalam kondisi yang sedang berkabung ini sangat tidak elok jika ada yang ingin memperkeruh persoalan.
Pengurus Pusat GMKI akan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam visi GMKI pada butir perdamaian dan kemanusiaan. PP GMKI tetap menjadi barisan terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI dan terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan. Tutup Jefri Gultom