Wagub Nae Soi : Omnibus Law Sederhanakan Regulasi Demi Mudahkan Investasi Para Pelaku Usaha
Kupang, MITC – Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Josef Nae Soi (JNS) didaulat menjadi salah satu narasumber dalam diskusi daring Obrolan Peneliti (OPini) yang digelar oleh Kanwil Kemenkumham NTT di Ruang Multi Fungsi, pada Selasa (22/2/2022). Selain Wakil Gubernur NTT, ada pula Dosen Fakultas Hukum Undana, Yohanes Tuba Helan dan JFT Peneliti Muda Balitbangkumham, Tony Yuri Rahmanto. OPini kali ini mengangkat topik “Desain Pengaturan Omnibuslaw Cipta Kerja, Transformasi Sosial dan Ketahanan Pelaku Usaha Mikro dan Kecil pada Industri Pariwisata di Danau Toba, Labuan Bajo dan Mandalika”.
Acara tersebut diawali dengan laporan Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone. Selanjutnya, Kepala Balitbang Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utami yang membuka kegiatan OPini secara resmi. Kegiatan OPini yang digelar Kanwil Kemenkumham NTT tersebut disambut antusias oleh ratusan partisipan dari seluruh Indonesia. Tercatat kurang lebih 848 peserta yang bergabung melalui zoom meeting dan 39 peserta mengikuti dari live streaming YouTube.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi mengatakan, Omnibus Law mengkonsolidasi 80 Undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal menjadi satu Undang-undang. Pemerintah Daerah menyambut baik Omnibus Law karena menyederhanakan pengaturan dalam Undang-undang yang memudahkan pelaku investasi dan ekonomi melakukan kegiatannya. Namun yang lebih penting, sasaran utama Omnibus Law adalah kesejahteraan umum dan keselamatan rakyat.
“Sudah jelas bahwa peranan dari pemerintah adalah menyederhanakan semua perijinan supaya tidak berbelit-belit. Keberadaan regulasi tidak saja menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat, tetapi lebih dari itu juga harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan keselamatan masyarakat banyak,” jelas Wagub Josef.
Menurut Wagub Nae Soi, NTT khususnya sangat membutuhkan adanya transformasi sosial terkait perubahan mindset mengenai penyederhanaan regulasi ini. Utamanya bila dikaitkan dengan ketahanan UMKM ditengah pandemi Covid-19. Walaupun menjadi sektor yang paling terdampak pandemi, namun pihaknya melihat masih ada peluang bagi UMKM untuk bangkit dan berkembang menjadi lebih baik lagi.
“Kalau kita menggunakan analisis SWOT, ada Strength dan Weakness tapi juga ada Opportunity dan Thread. Oleh sebab itu dalam ketahanan UMKM khusus di NTT, kami menggunakan SWOT analysis itu. Metode itulah yang kami gunakan untuk menganalisis setiap kebijakan dengan tepat demi kepentingan para pelaku usaha serta masyarakat,” lanjut Wagub Nae Soi.
Bila dikaitkan dengan industri pariwisata, lanjut Wagub Josef, NTT memiliki 4A yang menjadi komponen pariwisata yakni Attraction, Accomodation, Amenities, dan Accessibility. Dari segi attraction, NTT sangat kaya dengan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) seperti Ekspresi Budaya Tradisional dan Pengetahuan Tradisional, serta memiliki Indikasi Geografis yang luar biasa. Berbagai KIK tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
“Kedepan kami mendorong adanya Perda atau Pergub untuk membantu supaya Pemda kabupaten/kota mendaftarkan KIK itu ke Kemenkumham, supaya bisa diakui oleh dunia dan internasional sehingga tidak ada lagi klaim dari negara lain terhadap kekayaan intelektual dari daerah kita,” ujar Wagub Josef.
Ia menambahkan, pariwisata memiliki mata rantai ekonomi yang luar biasa. Oleh karena itu, komponen pariwisata berikutnya adalah akomodasi. Pemprov NTT mengambil kebijakan yang adil dan proporsional atau bukan egaliter yang sama rata dan sama rasa. Proporsional maksudnya, investor dengan modal kuat dipersilakan membangun hotel berbintang. Tetapi homestay diberikan kepada BUMD, koperasi dan komunitas masyarakat dengan kriteria yang sudah ditentukan terkait industri pariwisata.
“Dengan demikian, kebijakan yang diambil oleh Pemda NTT di bidang akomodasi jelas. Ada pemerataan dan proporsional, yang dimana tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, tapi untuk semua komponen masyarakat pelaku usaha,” jelasnya.
Menyangkut aksesibilitas, lanjut Wagub JNS, pemerintah mempersiapkan infrastruktur dasar berupa jalan, listrik dan air yang kini ditambah pula dengan infrastruktur pelabuhan laut dan udara. Komponen keempat yakni amenities berkaitan dengan kenyamanan wisatawan yang datang berwisata ke NTT. Misalnya dengan menyiapkan toilet yang baik di tempat-tempat wisata dengan standar internasional.
“Terakhir itu ada awareness, kepedulian dari masyarakat bahwa industri pariwisata ini akan meningkatkan pendapatan dari UMKM dan sekali lagi, tentu saja perijinan itu tidak boleh lagi berbelit-belit prosesnya,” pungkas Wagub JNS.
Senada dengan Wakil Gubernur NTT, Dosen Fakultas Hukum Undana, Yohanes Tuba Helan dalam penjelasannya menyampaikan, hukum tidak hanya menjadi sarana untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban saja, tetapi juga harus berfungsi sebagai alat untuk mewujudkan perubahan-perubahan di bidang sosial dan ekonomi masyarakat.
“Seperti halnya UU Cipta Kerja yang diharapkan dapat membawa perubahan berkaitan dengan kondisi struktural sosial ekonomi pelaku UMKM di industri pariwisata khususnya di Danau Toba, Labuan Bajo dan Mandalika. Untuk mewujudkan perubahan tersebut, harus kita identifikasi beberapa faktor penghambat dan pendukung. Faktor penghambat salah satunya menyangkut minimnya sosialisasi UU Cipta Kerja kepada pelaku UMKM di industri pariwisata. Kemudian faktor pendorong yang saya identifikasi yaitu pelayanan perizinan yang terintegrasi secara elektronik (OSS) itu jelas akan memudahkan pelaku usaha, dikarenakan kebijakan pariwisata sangat membuka peluang lapangan kerja, dan perlu dukungan dari pihak jasa keuangan perbankan atau koperasi dalam menyediakan pinjaman dengan bunga yang rendah,” paparnya.
Pada kesempatan tersebut Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone menjelaskan bahwa kegiatan OPini digelar selain untuk menyebarluaskan hasil penelitian oleh Balitbangkumham kepada seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait, tetapi juga untuk mengetahui desain pengaturan UU Cipta Kerja serta bagaimana pemanfaatan, penerapan dan pengaduan di dalam regulasi tersebut dapat diselaraskan dengan kondisi struktural sosial ekonomi para pelaku UMKM di dalam industri pariwisata Nusa Tenggara Timur.
“Sebaik apapun norma dalam suatu regulasi, akan lebih bermanfaat apabila insan regulasi menerapkannya secara benar dan baik. Karena itu layani hukum maka hukum akan melayani anda. Mengutip apa yang disampaikan oleh Bapak Wakil Gubernur, dimana kebudayaan perlu kita jaga. Oleh karena itu saya mengajak setiap pemerintah daerah, masyarakat NTT, untuk segera mendaftarkan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) ke Kanwil Kemenkumham. Kami tentu akan antusias melayani secara cepat dan tidak dipungut biaya apapun, gratis. Semua itu demi menjaga dan melestarikan warisan budaya daerah kita,” jelas Merciana Jone mengakhiri kegiatan tersebut. (*tim/aat)