Penuntasan Kemiskinan Ekstrem, Semoga Bersih dari Hama Fee
Oleh Frans Sarong*
Pandemi Covid di Indonesia belum mereda. Kemiskinan absolut atau kemiskinan ekstrem sudah menimpa. Imbasnya, potret kehidupan masyarakat kian pilu.
Agar kerangkanya lebih tertuntun, agaknya perlu mengutip pengamat ekonomi dari UGM, Revrisond Baswir. Kata Baswir (1999), ada dua kategori kemikinan, yakni kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut/ekstrem. Yang dimaksud kemiskinan relatif adalah kemiskinan setelah membandingkan pendapatan kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan kemiskinan absolut/ekstrem adalah suatu keadaan kemiskinan merujuk batas garis kemiskinan yang ditentukan sebelumnya. Lalu, yang disebut masyarakat miskin absolut atau ekstrem adalah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan itu.
Mengutip paparan Wapres Ma’ruf Amin – kini setidaknya 10,86 juta jiwa atau 4,8 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia, dalam deraan kemiskinan ekstrem. Mereka adalah kelompok masyarakat yang selalu mengalami kelangkaan kebutuhan dasar akibat pendapatan sangat rendah, kurang dari 1,9 dollar AS atau sekitar Rp 27.000 per hari (CNN Indonesia, Kamis, 26/8/2021).
Hampir 11 juta orang dalam kategori miskin ekstrem itu menyebar di 35 kabupaten dari tujuh provinsi. Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Maluku, Papua dan Papua Barat. Wapres Ma’ruf Amin sudah mengunjungi tujuh provinsi itu, termasuk NTT di Kupang, Minggu (17/10/2021). Agenda utamanya mempimpin rapat koordinasi percepatan penanggulangan kemiskinan akstrem tersebut. Tekadnya, harus tuntas hingga nol persen pada tahun 2024!
Dari kelompok 35 kabupaten itu, lima di antaranya di NTT dengan penduduk kelompok miskin ekstrem berjumlah total 215.900 jiwa atau 87.410 rumah tangga/keluarga. Mereka menyebar di Kabupaten Sumba Tengah sebanyak 15.820 jiwa atau 21,51 persen dari total jumlah penduduknya. Menyusul Sumba Timur (45.550 jiwa/17,47 persen) dan Timor Tengah Selatan atau TTS (81.180 jiwa/17,30 persen). Lainnya, Rote Ndao (28.720 jiwa/16,21 persen) dan Manggarai Timur sebanyak 44.630 jiwa atau 15,43 persen dari total jumlah penduduknya (Tempo.co, 18/10/2021).
Bagi NTT, guliran isu kemiskinan ekstrem yang kini melilit lima dari 22 kabupaten/kota-nya, sejatinya bukanlah berita mengejutkan. Masyarakat provinsi ini dapat dipastikan memakluminya karena NTT hingga sekarang masih masuk kelompok 10 provisi termiskin di Indonensia. Seturut status yang masih suram itu, NTT persisnya menempati posisi ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Dengan kata lain, NTT belum menunjukkan tanda tanda berdaya saing terhadap provisi tetangga seperti NTB dan Bali, apalagi negara tetangga di sekitarnya.
Jika Papua dan Papua Barat kini dengan penduduk miskin masing masing sebanyak 26,8 persen dan 21,7 persen, posisi NTT berjarak rapat. Tercatat 21,21 persen warga NTT kini dalam kategori penduduk miskin. Di dalamnya termasuk mereka yang miskin ekstrem (cnbcindonesia.com, Selasa, 16/2/2021).
Harap-harap Cemas
Meramu paparan Wapres Ma’ruf Amin dari berbagai sumber, tersedia dana Rp 440,69 triliun guna menuntaskan kemiskinan ektrem di negeri ini. Aksi penanggulangannya direncanakan melalui dua kelompok program utama. Pertama, program menurunkan beban pengeluaran rumah tangga miskin dengan anggaran sebesar Rp 272,12 triliun. Kegiatannya melalui bansos dan subsidi. Kedua, program peningkatan produktivitas masyarakat miskin dengan alokasi anggaran Rp 168,57 triliun.
Tidak ada yang salah dari guliran program dengan biaya raksasa itu. Tumpuannya kokoh, sesuai amanat UUD 45. Amanat dimaksud secara eksplisit termuat dalam Pasal 34, yang menggariskan bahwa tugas negara adalah memelihara fakir miskin dan anak anak terlantar. Pemahamannya, pemerintah harus bisa berdayakan masyarakat miskin dari tak berdaya menjadi berdaya!
Namun sejujurnya, bercampur aduk antara harapan dan rasa cemas merespons upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem itu. Apalagi upaya penuntasannya melalui bantuan sosial (bansos), subsidi dan program pro-rakyat miskin lainnya, juga beriringan dengan tahapan pemilu menuju kontestasi politik tahun 2024.
Memang sangat diharapkan jika masyarakat Indonesia bebas dari deraan kemiskinan, apalagi kemiskinan ekstrem. Namun6 ketika merespons guliran program penanggulanggannya, terasa serentak menyambungkan ingatan pada kasus korupsi dana bansos bernilai total Rp 5,9 triliun, ujung tahun 2020. Skandal korupsi dana bansos itu terkuak heboh menyusul operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret mantan Mensos, Juliari Peter Batubara, Jumat (4/12/2020).
Seturut proses hukum yang ditangani Tipikor, Juliari melalui persidangan pada Senin (23/8/2021) dinyatakan terbukti bersalah menilep dana bansos sebesar Rp 35 miliar. Padahal paket bantuan sepenuhnya diperuntukkan bagi masyarakat yang semakin tak berdaya akibat deraan Covid sejak Maret 2020.
Terungkap, tilepan Rp 35 miliar itu merupakan fee bagi Juliari dari rekanan penyedia paket bansos. Jualiari kemudian diganjar hukuman 12 tahun penjara, membayar denda Rp 500 juta serta membayar uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar. Ia juga dihukum tidak boleh menggunakan hak politiknya selama empat tahun setelah menjalani masa hukuman secara penuh.
Merujuk skandal korupsi dana bansos setahun lalu itu, sangat beralasan memantik rasa cemas, jangan jangan malah ditunggu oleh pihak atau partai tertentu sebagai kesempatan menilep paket bantuannya. Apalagi rentang waktu program penuntasan kemiskinan ekstrem berjalan seiring dengan tahapan pemilu menuju kontestasi tahun 2024.
Kita berharap tekad mulia menuntaskan kemiskinan ekstrem hingga nol persen tahun 2024, bergulir murni sesuai sasarannya. Aksi penuntasannya benar benar mengalir tanpa cemaran hama fee atau komisi. Kelompok warga miskin ekstrem yang kini berjumlah 10,86 jiwa – termasuk 215.900 jiwa di NTT – menunggu paket bantuan dalam kemasan utuh. Harapan lainnya, skandal korupsi bansos di Kemensos tahun 2020, tidak terulang. Juga, semoga proyek penanggulang kemiskinan ekstrem ini bersih dari niat sesat menilepnya, apalagi menjadi tunggangan partai tertentu demi tambahan nutrisi menuju kontestasi politik tahun 2024.
—————————
*Frans Sarong Wakil Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Golkar NT