Siklon Tropis Seroja vs Petani Hortikultura Kabupaten Kupang

Oelamasi, MITC – Badai siklon tropis seroja yang melanda Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Minggu, (04/04) meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Provinsi ini. Kerusakan terberat terdapat setidaknya di Kota Kupang dan 7 Kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Malaka,  Flores Timur, Lembata, Alor, Rote Ndao, dan Sabu Raijua.

Angin kencang dan banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Kupang dalam kurun waktu kurang dari 12 jam ini, menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bahkan menelan korban jiwa. Banyak Kepala Keluarga yang hingga saat ini masih berada di pos-pos pengungsian karena rumah tinggal sebelumnya nyaris tak berbekas.

Ternak besar dan ternak kecil tak sedikit yang disapu banjir bandang termasuk lahan-lahan pertanian hortikultura dengan hasil yang sesungguhnya siap dipanen.

Hampir setengah wilayah Kabupaten ini rusak parah, umumnya wilayah yang rusak tercatat sebagai daerah produksi hortikultura terbesar yang disuplay ke Kota Kupang.

Dampak dari kerusakan parah yang terjadi pada lahan-lahan produksi ini adalah ketersediaan kebutuhan produk hortikultura di Kota Kupang menjadi hilang. Beberapa sayuran di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang menjadi berkurang bahkan hilang dalam beberapa waktu terakhir pasca badai siklon tropis seroja misalkan sawi, terong, dan lain sebagainya.

Wilayah semisal Oesao, sesungguhnya merupakan lumbung beras Kabupaten Kupang namun dengan kerusakan lahan yang terjadi pada sawah-sawah petani ini maka mungkin beras mol oesao, jagung manis oesao, kue cucur oesao, dan seterusnya mungkin juga akan terhenti sementara waktu hingga lahan-lahan ini kembali dipulihkan

Tercatat sementara pada posko bencana Kabupaten Kupang terdapat 6.546 rumah yang rusak sedangkan jumlah ternak dan luasan lahan belum terdata hingga saat ini. Untuk memulihkan kondisi ini butuh daya dan dana yang tidak sedikit.

Disatu sisi, hampir seluruh sumberdaya mayoritas korban bencana ada pada ternak dan lahan mereka yang telah diluluhlantakkan badai maupun banjir bandang. Maka untuk lekas memulihkan kondisi ini dibutuhkan intervensi dana dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat.

Mama Uli, seorang petani dan pedagang hortikultura yang keseharian sekeluarga hidup dari hasil pertanian yang hasilnya tidak seberapa dimana biasa dijajakan diwilayah sekitar pondok cucur Oesao, kini hanya berpasrah pada Tuhan. Hari-hari cerianya seolah terhempas oleh badai dan banjir bandang, kini lebih banyak termenung lesu di pengungsian sambil sesekali menatap ke jalan seakan sedang menanti sesuatu atau seseorang yang telah lama dirindukan yang pernah mengisi hari-hari hidupnya.

Penulis: Alberto Tatibun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.